
Surat Al-Baqarah ayat 8-10 adalah ayat yang membahas tentang sifat orang-orang munafik serta penyakit hati yang menyebabkan kemunafikannya. Di dalamnya, terdapat banyak hikmah dan pelajaran tentang pengajaran dan pendidikan yang penting dipelajari oleh para guru. Apa sajakah hikmah-hikmah tersebut? Berikut pembahasan lengkapnya :
Tafsir Tarbawi Al-Baqarah Ayat 8
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ ٨
Di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari Akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang mukmin.
[QS. Al-Baqarah ayat 8]
1. Bekal Iman Sebagai Benteng dari Orang-orang Munafik
Pada ayat ini, Allah membongkar perilaku sebagian manusia yang menampakkan keimanan tetapi menyembunyikan kekafiran di dalam hatinya. Menurut para ahli tafsir, manusia yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang munafik. Mereka berpura-pura beriman untuk menghancurkan umat Islam namun takut melakukannya secara terang-terangan.
Allah subḥānahū wa ta‘ālā sengaja membongkar sifat-sifat mereka agar orang-orang beriman waspada terhadap tingkah laku mereka. Syekh Abdurraḥmān As-Sa’di mengatakan :
فمن لطف الله بالمؤمنين، أن جلا أحوالهم ووصفهم بأوصاف يتميزون بها، لئلا يغتر بهم المؤمنون، ولينقمعوا أيضا عن كثير من فجورهم
Sebagai bentuk kelembutan Allah subḥānahū wa ta‘ālā kepada orang-orang beriman, Dia menampakkan perilaku-perilaku mereka (orang munafik) dan menggambarkan sifat-sifat yang membedakan mereka dengannya. Tujuannya adalah agar orang-orang beriman tidak tertipu oleh mereka sekaligus mengekang kejahatan mereka. [Tafsīr As-Sa’di : 42]
Pesan untuk Para Guru :
Penting bagi kita para guru untuk membekali murid-murid kita iman yang kuat. Iman yang kuat ini sangat diperlukan sebagai benteng dari kejahatan orang-orang munafik. Kejahatan yang dimaksud bukan dalam bentuk tindakan kriminal, tetapi berupa pengaruh buruk atau syubhat-syubhat yang dapat melemahkan keimanan.
Masalahnya, keberadaan orang-orang munafik ini sulit diketahui. Mereka berbaur dengan orang-orang beriman dan mengaku beriman. Bahkan, penampilan mereka layaknya orang-orang beriman pada umumnya. Mereka adalah musuh dalam selimut yang dapat menghancurkan umat Islam dari dalam. Oleh karena itu, sangat penting untuk membekali para murid dengan iman yang kokoh, demi membentengi diri dari pengaruh dan syubhat orang-orang munafik.
2. Mewaspadai Sifat Munafik
Bukan hanya mewaspadai orang-orang munafik, tetapi ayat ini juga mengisyaratkan untuk mewaspadai sifat munafik itu sendiri. Menurut Ibnu Kaṡīr, munafik artinya :
النفاق: هو إظهار الخير، وإسرار الشر
Munafik adalah menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan [Tafsīr Ibnu Kaṡīr : 1/273]
Munafik itu ada dua jenis :
- Munafik i’tiqādiy
- Munafik ‘amaliy
Munafik i’tiqādiy adalah menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran. Sedangkan munafik ‘amaliy adalah seorang beriman yang berperilaku seperti orang munafik, seperti suka berdusta, ingkar janji, dan berkhianat.
Pesan untuk Para Guru :
Penting bagi kita untuk tidak hanya mengenalkan murid-murid kita tentang sifat orang-orang munafik, tetapi juga menanamkan kewaspadaan terhadap sifat munafik itu sendiri. Sebab, sifat ini bisa menghinggapi siapa pun, termasuk diri mereka sendiri.
Fokuskan pengajaran kita pada sifat munafik ‘amaliy, karena inilah yang lebih mungkin terjadi dalam keseharian mereka. Berikan contoh-contoh nyata yang mudah dipahami, seperti orang munafik itu suka berbohong, menipu, berkhianat dan lain sebagainya. Selain itu, ajak mereka untuk senantiasa mengintrospeksi diri adakah sifat-sifat tersebut berada di dalam diri mereka.
3. Mengajarkan Nilai-nilai Keimanan Bukan Hanya di Lisan
Pada ayat ini, Allah mengajarkan pelajaran penting kepada hamba-Nya yang beriman mengenai hakikat iman. Iman hakikatnya bersemayam di dalam hati dan harus dinyatakan dengan lisan. Artinya, iman tidak cukup diucapkan tanpa keyakinan hati, dan tidak pula cukup diyakini dalam hati tanpa pernyataan lisan.
Buktinya, Allah subḥānahū wa ta‘ālā tidak mengakui keimanan orang-orang munafik (وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ ٨), meski lisan mereka fasih mengucapkan pernyataan keimanan. Hal ini menegaskan bahwa keimanan hakiki mensyaratkan keselarasan antara ucapan dan keyakinan.
Pesan untuk Para Guru :
Sebagai seorang guru, tugas kita jauh lebih dari sekadar mengajarkan keimanan secara lisan. Sering kali, kita terlalu fokus pada aspek lisan, seperti menghafal dua kalimat syahadat, rukun Islam dan iman, Al-Quran, hadis, dan lain sebagainya. Padahal, yang lebih esensial adalah kita menanamkan nilai-nilai keimanan yang terkandung di dalamnya hingga meresap jauh ke dalam sanubari.
Tak heran jika banyak lulusan sekolah Islam atau pesantren yang unggul secara teori, namun minim secara praktik. Ini terjadi karena kurikulum dan pengajaran yang terlalu fokus pada aspek lisan dan hafalan, tanpa diimbangi dengan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang ada di dalamnya.
4. Memberi Teguran Secara Umum
Dalam ayat ini, Allah tidak secara langsung menyebut “orang-orang munafik”. Sebaliknya, Allah menggunakan redaksi yang lebih umum, “وَمِنَ ٱلنَّاسِ” (di antara manusia), saat menjelaskan sifat-sifat mereka. Cara ini berbeda dengan ayat-ayat sebelumnya yang secara langsung menyebut “لِّلۡمُتَّقِينَ” (orang-orang bertakwa) dan “إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ” (orang-orang yang kafir).
Pesan untuk Para Guru :
Secara tidak langsung, ayat ini menyuguhkan kepada kita sebuah metode pengajaran yang halus namun efektif, yaitu menegur perilaku buruk sebagian orang secara umum tanpa menunjuk atau melabeli pelakunya secara langsung. Metode yang bisa disebut sebagai “menyinggung” ini memiliki tiga keunggulan :
- Pertama, menghindari perlawanan. Terkadang, menegur perilaku buruk secara langsung dan frontal dapat memicu perlawanan, rasa malu, atau bahkan kebencian. Dengan menyinggung, teguran dapat tersampaikan tanpa melukai sehingga meminimalkan potensi perlawanan dan menjaga hubungan antara kita dengan murid-murid kita.
- Kedua, introspeksi diri. Menyinggung dapat mendorong para murid untuk introspeksi diri sehingga membuka ruang bagi mereka untuk menyadari kesalahannya sendiri.
- Ketiga, fokus pada perilaku. Menyinggung dapat membantu para murid kita untuk memahami bahwa letak masalahnya adalah pada perilaku itu sendiri. Jika yang disorot adalah “perilaku buruk”, mereka akan menyadari bahwa perilaku tersebut dapat ditinggalkan, dan pelakunya dapat bertobat dan memperbaiki diri menjadi lebih baik.
Tafsir Tarbawi Al-Baqarah Ayat 9
يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَمَا يَخۡدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ ٩
Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari.
[QS. Al-Baqarah ayat 9]
1. Kemunafikan Adalah Penipuan Besar
Pada ayat ini, Allah mengabarkan tentang orang-orang munafik yang menipu Allah dan orang-orang beriman. Pertanyaannya, bagaimana mungkin mereka menipu Allah sementara Allah tidak mungkin ditipu?
Yang terjadi secara kasat mata, mereka menipu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Artinya, yang dimaksud menipu Allah dalam ayat ini adalah menipu Rasulullah. Al-Ḥasan Al-Baṣri raḥimahullāh mengatakan :
مَعْنَاهُ يُخَادِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
Maknanya adalah menipu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. [Tafsīr Al-Baghawi : 1/65]
Penafsiran ini, sejalan dengan apa yang dikisahkan dalam surat Al-Munāfiqūn ayat 1. Pada ayat tersebut, dikisahkan bahwa sekelompok orang munafik menemui Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan maksud pura-pura beriman, mereka berkata, “Kami bersaksi bahwa engkau benar-benar utusan Allah.” Namun, Allah mengetahui bahwa perkataan mereka itu hanyalah kedustaan.
Menariknya, pada surat Al-Baqarah ayat 9 ini, Allah menyebut tindakan mereka dengan menipu Allah (يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ), bukan menipu Rasulullah. Ini mengisyaratkan bahwa menipu Rasulullah pada hakikatnya sama dengan menipu Allah subḥānahū wa ta‘ālā.
Pesan untuk Para Guru :
Kita harus memberikan pemahaman kepada murid-murid kita bahwa kemunafikan merupakan penipuan terbesar. Bagaimana tidak? Mereka bukan hanya menipu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang beriman, tetapi mereka juga menipu Allah subḥānahū wa ta‘ālā. Sayangnya, Allah tidak mungkin ditipu karena Ia Maha Tahu. Oleh karena itulah Allah mengembalikan tipuan mereka kepada diri mereka tanpa mereka sadari.
2. Berbuat Buruk Sama dengan Berbuat Buruk Kepada Diri Sendiri
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang orang-orang munafik yang mengira telah berhasil menipu Allah dan orang-orang beriman. Padahal, Allah mustahil tertipu karena Dia Maha Mengetahui isi hati mereka. Justru, Allah membongkar rahasia mereka kepada orang-orang beriman agar mereka mewaspadai gerak-gerik dan tipu daya orang-orang munafik tersebut.
Sejatinya, tindakan mereka itu bukanlah menipu Allah dan orang-orang beriman, melainkan mereka sedang menipu diri mereka sendiri tanpa mereka sadari. Hal ini mengandung pesan yang jelas bahwa berbuat buruk pada hakikatnya sama dengan berbuat buruk kepada diri sendiri.
Pesan untuk Para Guru :
Penting bagi kita untuk mengajarkan murid-murid kita bahwa jika kita berbuat buruk maka sama dengan berbuat buruk kepada diri sendiri. Sebagaimana pada ayat ini, Allah membalikkan tipuan mereka kepada diri mereka sendiri tanpa mereka sadari. Meskipun mereka merasa telah berhasil menipu Allah dan orang-orang beriman, sejatinya mereka berhasil menipu diri mereka sendiri.
Tafsir Tarbawi Al-Baqarah Ayat 10
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗاۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمُۢ بِمَا كَانُواْ يَكۡذِبُونَ ١٠
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya dan mereka mendapat azab yang sangat pedih karena mereka selalu berdusta.
[QS. Al-Baqarah ayat 10]
1. Mengobati Penyakit Hati dengan Ilmu Tazkiyatun-Nufūs
Pada ayat ini, Allah subḥānahū wa ta‘ālā menjelaskan bahwa penyebab kemunafikan seseorang adalah adanya penyakit di dalam hati. Penyakit hati yang dimaksud mencakup keraguan, kemunafikan, pendustaan, penentangan, hasad, kebencian, dan berbagai penyakit jiwa lainnya. Penyakit-penyakit tersebut, jika dibiarkan, akan semakin menumpuk dan bertambah, yang pada akhirnya dapat berujung pada kemunafikan. Hal ini menunjukkan betapa berbahayanya penyakit hati jika dibiarkan begitu saja.
Pesan untuk Para Guru :
Penting bagi kita sebagai seorang guru untuk mengajarkan ilmu tazkiyatun-nufūs kepada murid-murid kita. Dengan mempelajari ilmu ini, mereka dapat mengenal berbagai macam penyakit hati serta bagaimana cara mengobatinya. Selain itu, mereka juga dapat mengetahui apa saja yang menyebabkan penyakit hati dan cara mencegahnya. Dengan demikian, kita berharap murid-murid kita tidak terjangkiti penyakit hati yang dapat mengakibatkan kemunafikan.
2. Prinsip Kehidupan : Balasan Sesuai dengan Perbuatan
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa keburukan yang diperbuat oleh orang-orang munafik adalah memelihara penyakit hati. Penyakit tersebut bisa berupa keraguan, kemunafikan, dan juga penyakit jiwa lainnya. Atas perbuatan mereka ini, Allah membalas dengan menambah penyakit mereka, sehingga mereka semakin terjerumus dalam kesesatan. Ini mengandung hikmah bahwa hukuman dari suatu keburukan adalah keburukan berikutnya, seolah-olah menjadi rantai tak terputus dari akibat perbuatan dosa.
Imam Ibnu Kaṡīr mengatakan :
وهذا الذي قاله عبد الرحمن رحمه الله حسن، وهو الجزاء من جنس العمل
Ini adalah yang dikatakan oleh Abdurraḥmān raḥimahullāh yaitu balasan sesuai dengan jenis perbuatan. [Tafsīr Ibnu Kaṡīr : 1/276]
Pesan untuk Para Guru :
Di antara prinsip yang harus kita tanamkan kepada murid-murid kita adalah "Balasan setiap perbuatan itu sesuai dengan perbuatannya." Jelaskan kepada mereka bahwa berbuat baik akan membuahkan perbuatan-perbuatan baik berikutnya. Sebaliknya, berbuat buruk akan membuahkan perbuatan-perbuatan buruk berikutnya. Perbuatan-perbuatan yang dibalas tidak hanya yang kasat mata, tetapi juga meliputi perbuatan yang tak kasat mata, seperti perbuatan hati. Maka dari itu, janganlah meremehkan perbuatan baik atau buruk sekecil apa pun, meskipun perbuatan tersebut tak kasat mata.
3. Dusta Adalah Simbol Kemunafikan Yang Menjerumuskan ke Neraka
Di penghujung ayat, Allah menyebutkan balasan yang dikhususkan untuk orang-orang munafik, yaitu azab yang pedih di akhirat kelak. Mereka mendapatkan azab tersebut karena kedustaan dan kebohongan yang mereka lakukan tentang keimanan mereka. Mereka mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir, padahal hati mereka tidak mengimaninya.
Pesan untuk Para Guru :
Inilah pentingnya bagi kita untuk mengajarkan tentang bahayanya kebohongan dan kedustaan. Mengapa demikian? Kebohongan dan kedustaan adalah simbol kemunafikan. Kebohongan dan kedustaan artinya ketidaksuaian antara keyakinan, ucapan dan perbuatan. Kebohongan dan kedustaan dapat membawa pelakunya pada keburukan yang pada akhirnya dapat menjerumuskan ke dalam neraka.
Referensi Bacaan
- Tafsīr Ibnu Kaṡīr oleh Imam Ibnu Kaṡīr
- Tafsīr As-Sa’di oleh Syekh Abdurraḥmān As-Sa’di
- Tafsīrul-Quran Aṡ-Ṡari Al-Jāmi’ oleh Doktor Muḥammad Hilāl
- Aisarut-Tafāsīr oleh Syekh Abū Bakar Al-Jazāiri
- At-Tafsīr At-Tarbawi oleh Anwar Al-Bāz
- Tafsīr Al-Baghawi oleh Imam Al-Ḥusain bin Mas’ūd Al-Baghawi
- Al-Quran Kemenag