Tafsir Tarbawi Surat Al-Fatihah Ayat 1-7 (Pendidikan Tauhid dan Hidayah)

Kegiatan Belajar Mengajar Muslim

Surat Al-Fatihah adalah surat pertama dalam Al-Quran. Tahukah Anda? Surat Al-Fatihah yang sering kali kita baca ternyata banyak sekali mengandung hikmah-hikmah pendidikan di dalamnya. Hanya saja, banyak di antara kita yang kurang menyadarinya. Berikut ini beberapa hikmah pendidikan yang ada di dalam surat Al-Fatihah :

A. Tafsir Tarbawi Al-Fatihah Ayat 1

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ١

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.


[QS. Al-Fātiḥah ayat 1]

1. Membiasakan Mengawali Aktivitas Kebaikan dengan Menyebut Nama Allah

Surat Al-Fatihah diawali dengan bacaan basmalah. Menurut Syekh Abū Bakar Al-Jazāiri, bacaan ini mengandung makna :

ابتدئ قراءتي متبركاً باسم الله الرحمن الرحيم مستعيناً به عز وجل

Aku mengawali bacaan (Al-Quran)ku mengharapkan keberkahan, dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sambil memohon pertolongan-Nya. [Aisar At-Tafāsir : 1/11]

Pada ayat ini, Allah mengajarkan hamba-Nya untuk menyebut nama Allah setiap mengawali aktivitas kebaikan. Tujuannya adalah agar mendapatkan keberkahan dan pertolongan dari Allah. Keberkahan berarti bertumbuh dan bertambahnya kebaikan, sedangkan pertolongan berarti dimudahkan oleh Allah.

Pesan untuk Para Guru :

Menyebut nama Allah (membaca basmalah) adalah salah satu amalan yang harus kita biasakan kepada murid-murid kita setiap kali mengawali kegiatan yang baik, termasuk mengawali aktivitas pembelajaran. Di dalam Islam, ada banyak waktu yang dianjurkan untuk membaca basmalah, seperti ketika hendak makan, tidur, keluar rumah, berwudu, masuk rumah, hendak tidur, dan lain-lain. Dengan membaca basmalah, kita berharap semoga Allah menambah keberkahan dan memberikan pertolongan-Nya di setiap aktivitas yang kita kerjakan.

2. Memperkenalkan Nama-nama dan Sifat-sifat Allah

Dalam ayat ini, Allah juga memperkenalkan nama-Nya yang paling agung yaitu “Allah” (اللَّه). Nama ini disebut dengan nama yang paling agung (Al-Ismul-A’ẓom) karena makna dari nama tersebut mencakup seluruh makna dari Al-Asmāul-Ḥusnā dan semua sifat-sifat-Nya. Nama “Allah” menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan yang patut disembah karena cinta, pengagungan, ketundukan, dan rasa takut. Nama “Allah” juga nama yang paling khusus, tidak ada satu pun makhluk di alam semesta yang bernama “Allah”.

Selain nama “Allah”, Allah juga memperkenalkan nama-Nya yang terbaik dan sifat-Nya yang mulia yaitu Ar-Raḥmān dan Ar-Raḥīm. Menurut Doktor Muḥammad Hilāl, Ar-Raḥmān (Maha Pengasih) artinya :

والرّحمن هو من عمَّت رحمته جميع المخلوقات في الدّنيا المؤمن والكافر والمطيع والعاصي فهو رحمن الدّنيا

Yang Maha Pengasih ialah yang rahmat-Nya meliputi semua makhluk di dunia ini, baik yang beriman maupun yang kafir, yang taat maupun yang durhaka. Dia adalah Yang Maha Pengasih di dunia ini. [Tafsīr Aṡ-Ṡari Al-Jāmi’ : 1/3]

Sedangkan Ar-Raḥīm (Maha Penyayang) artinya :

الرّحيم بعباده المؤمنين في الدّنيا والآخرة رحمة خاصة

Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang beriman di dunia dan akhirat dengan rahmat yang khusus. [Tafsīr Aṡ-Ṡari Al-Jāmi’ : 1/3]

Pesan untuk Para Guru :

Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah merupakan pelajaran pertama yang seharusnya kita ajarkan kepada murid-murid kita. Tujuan dari hal ini adalah menumbuhkan kecintaan dan pengagungan di hati mereka kepada Allah. Ada banyak strategi yang dapat kita lakukan untuk mengajarkan hal ini, salah satunya adalah dengan sering menyebut nama-Nya di setiap kesempatan dan menjelaskan sifat-sifat-Nya kepada mereka dengan memberikan contoh-contoh yang mudah dipahami.

B. Tafsir Tarbawi Al-Fatihah Ayat 2

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam


[QS. Al-Fātiḥah ayat 2]

1. Mengajarkan untuk Bersyukur Kepada Allah dengan Memuji-Nya

Pada ayat ini, Allah mengajarkan hamba-Nya cara memuji-Nya dengan penuh pengagungan. Pujian ini diucapkan sebagai rasa syukur atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada seluruh makhluk-Nya. Menurut Syekh Abū Bakar Al-Jazāiri, ayat ini mengandung makna :

يخبر تعالى أن جميع أنواع المحامد من صفات الجلال والكمال هي له وحده دون من سواه؛ إذ هو رب كل شيء وخالقه ومالكه. وأن علينا أن نحمده ونثني عليه بذلك.

Allah mengabarkan bahwa segala jenis pujian berupa sifat-sifat yang agung dan sempurna adalah untuk-Nya semata, bukan selain-Nya. Jadi, Dia adalah Tuhannya segala sesuatu, yang menciptakannya dan merajainya. Dan kita wajib memuji dan menyanjung-Nya dengan cara seperti itu. [Tafsīr Aṡ-Ṡari Al-Jāmi’ : 1/13]

Pesan untuk Para Guru :

Di antara kewajiban kita sebagai seorang guru adalah mengajarkan murid-murid kita untuk bersyukur memuji Allah (membaca hamdalah) setiap memperoleh kenikmatan. Termasuk di antaranya adalah nikmat belajar dan menuntut ilmu. Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan umatnya untuk memuji Allah setiap memperoleh kenikmatan, seperti ketika bangun tidur, bersin, memakai pakaian, atau selesai menyantap makanan dan minuman.

2. Menyadarkan Nikmat-nikmat Allah Melalui Ketuhanan-Nya

Di dalam ayat ini, Allah menyebut diri-Nya rabb (Tuhan) semesta alam. Dia disebut Tuhan semesta alam karena Dialah yang telah menciptakan, memelihara, mendidik, mengatur, mengurus, memberi rezeki, dan sebagainya kepada semua makhluk-Nya. Menurut Syekh Abdurraḥmān As-Sa’di, Tuhan semesta alam artinya adalah :

هو المربي جميع العالمين -وهم من سوى الله- بخلقه إياهم، وإعداده لهم الآلات، وإنعامه عليهم بالنعم العظيمة، التي لو فقدوها، لم يمكن لهم البقاء. فما بهم من نعمة، فمنه تعالى

Dia yang memelihara seluruh alam semesta – yaitu segala sesuatu selain Allah – dengan menciptakannya, menyediakan sarana bagi semuanya, dan memberikan kepadanya nikmat yang besar, yang jika semuanya itu hilang, niscaya mereka tidak akan dapat bertahan hidup. Maka, apa pun nikmat yang mereka miliki itu semua berasal dari-Nya. [Tafsīr As-Sa’di hlm. 39]

Dengan memahami ayat ini, seorang hamba akan menyadari bahwa seluruh nikmat yang diperoleh adalah berasal dari Allah, karena Dia adalah Tuhan semesta alam. Kesadaran ini menumbuhkan rasa syukur yang mendalam di dalam hati, yang kemudian terucap kalimat-kalimat pujian dengan pengagungan kepada-Nya tiada henti.

Pesan untuk Para Guru :

Selain mengajarkan cara bersyukur, kita juga perlu membimbing murid-murid kita agar menyadari nikmat-nikmat Allah, karena syukur itu tumbuh dari kesadaran, bukan paksaan. Salah satu strategi untuk menumbuhkan kesadaran ini adalah dengan mengaitkan segala nikmat dengan ketuhanan (rubūbiyyah) Allah subḥānahū wa ta‘ālā. Contohnya :

  • Allah adalah yang menciptakan kita.
  • Allah adalah yang menurunkan hujan untuk kita.
  • Allah adalah yang memberi makanan dan minuman kepada kita.
  • Allah adalah yang menganugrahkan keluarga yang baik untuk kita.

C. Tafsir Tarbawi Al-Fatihah Ayat 3

ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ٣

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,


[QS. Al-Fātiḥah ayat 3]

1. Mendidik dengan Motivasi dan Ancaman

Jika kita kembali ke ayat 1, sesungguhnya Allah telah memperkenalkan dan menyebut diri-Nya Ar-Raḥmān dan Ar-Raḥīm (yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Lalu, mengapa pada ayat ke 3 ini Allah mengulangnya kembali?

Penyebutan Ar-Raḥmān dan Ar-Raḥīm yang kedua kalinya bukanlah tanpa tujuan. Allah menyebutkan diri-Nya Maha Pengasih lagi Maha Penyayang (ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ) setelah menyebut diri-Nya Tuhan semesta alam (رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ) untuk menyandingkan motivasi setelah ancaman. Imam Ibnu Kaṡīr raḥimahullāh menjelaskan :

إنما وصف نفسه بالرحمن الرحيم بعد قوله: {رَبِّ الْعَالَمِينَ} ليكون من باب قرن الترغيب بعد الترهيب

Dia mensifati diri-Nya dengan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang setelah berfirman “Tuhan semesta alam” bertujuan untuk menyandingkan motivasi setelah ancaman. [Tafsir Ibnu Kaṡīr : 1/202]

Motivasi menumbuhkan harapan, sementara ancaman menumbuhkan rasa takut. Penyebutan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang adalah motivasi yang menumbuhkan harapan akan rahmat dan kasih sayang-Nya, sedangkan penyebutan Allah Tuhan semesta alam adalah ancaman yang menumbuhkan rasa takut akan keagungan dan kekuasaan-Nya. Dengan demikian, rasa takut dan harapan kepada Allah dalam hati seorang hamba menjadi seimbang dan berjalan beriringan setelah membaca ayat yang ke 2 dan 3 ini.

Pesan Untuk Para Guru :

Sebagaimana Allah mendidik para hamba-Nya, kita pun harus mendidik murid-murid kita dengan harapan dan rasa takut secara seimbang. Pendekatan ini juga sejalan dengan pendekatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, sang guru terbaik, dalam mendidik umatnya. Syekh ‘Abdul-Fattāḥ Abu Guddah mengatakan :

ومن أجلى أساليبه صلى الله عليه وسلم في التعليم الترغيبُ في الخير الذي يدعو إليه، والترهيب عن الشر الذي يحذر منه، فكان صلى لله عليه وسلم يرغب في الخير بذكر ثوابه والتنبيه على منافعه، ويرهب عن الشر بذكر عقابه والتنبيه على مساويه

Salah satu metode pengajaran Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang paling jelas adalah memotivasi kebaikan yang beliau perintahkan, dan memperingatkan kejahatan yang beliau larang. Beliau memotivasi kebaikan dengan menyebutkan pahala yang diperoleh dan manfaat dari mengerjakannya, dan beliau juga memperingatkan kejahatan dengan menyebutkan hukuman maupun kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan jahat. [Ar-Rasūl Al-Mu’allim hlm. 193]

Kita tidak boleh mendidik hanya dengan menanamkan rasa takut tanpa diimbangi dengan harapan. Contohnya terlalu sering memberikan ancaman dan hukuman namun jarang atau bahkan tidak pernah memberikan apresiasi meskipun untuk pencapaian kecil. Anak yang tumbuh dengan rasa takut akan cenderung pesimis dan mudah menyerah, stres dan cemas berlebihan, serta kurang percaya diri dan inisiatif.

Sebaliknya, kita juga tidak boleh mendidik dengan harapan tanpa diimbangi rasa takut. Contohnya terlalu sering memberikan pujian dan hadiah tanpa memberikan konsekuensi saat mereka melakukan pelanggaran. Anak yang tumbuh dengan harapan dan penghargaan berlebihan akan menjadi anak yang manja, kurang bertanggung jawab, tidak memiliki kemampuan mengatasi kesulitan, kurang disiplin dan kontrol diri yang baik, serta kurangnya kewaspadaan terhadap bahaya yang mengancam.

D. Tafsir Tarbawi Al-Fatihah Ayat 4

مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ ٤

Pemilik hari Pembalasan.


[QS. Al-Fātiḥah ayat 4]

1. Pendidikan Iman kepada Hari Pembalasan

Pemilik Hari Pembalasan berarti yang berkuasa penuh, bertindak, dan memutuskan seluruh perkara pada hari kiamat. Di hari itu, tidak ada satu pun makhluk yang memiliki kekuasaan, tindakan, atau keputusan. Semua makhluk setara, tanpa ada yang mengungguli atau menguasai yang lainnya. Para raja tidak lagi menguasai rakyatnya, dan orang kaya tidak lagi menguasai hartanya. Pada hari itu, Allah akan membalas setiap manusia sesuai dengan perbuatannya, dan tidak ada yang dapat menolong yang lainnya. Seluruh perkara dan urusan pada hari itu mutlak milik Allah.

Melalui ayat ini, Allah mengingatkan kepada hamba-Nya akan adanya hari pembalasan seluruh amal manusia. Tujuannya untuk memotivasi seorang hamba agar beramal saleh demi meraih pahala, dan takut bermaksiat agar terhindar dari azab di hari pembalasan kelak.

Pesan untuk Para Guru :

Ayat ini mengingatkan kepada kita tentang pentingnya mengajarkan keimanan kepada hari pembalasan. Jelaskan bahwa setiap perbuatan kita pasti akan dibalas oleh Allah di hari kiamat kelak. Siapa pun yang berbuat kebaikan akan mendapatkan balasan surga dan pahala yang melimpah, sedangkan mereka yang berbuat keburukan akan menerima balasan sesuai dengan keadilan-Nya.

2. Mematuhi Perintah Allah dan Menjauhi Larangan-Nya Agar Selamat dan Bahagia di Akhirat

Allah Pemilik hari Pembalasan mengandung pengertian bahwa jika seorang hamba menginginkan keselamatan dan kebahagiaan pada hari itu, maka satu-satunya jalan adalah mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mengapa demikian? Karena Allah adalah Pemilik mutlak hari pembalasan. Sebagai Pemilik mutlak, Dia berhak sepenuhnya menentukan syarat-syarat untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di akhirat. Dia juga berhak menentukan aturan agar seorang hamba dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan di akhirat kelak.

Pesan untuk Para Guru :

Prinsip utama yang harus diajarkan oleh seorang guru kepada murid-muridnya adalah jika kita ingin meraih keselamatan dan kebahagiaan di akhirat kelak maka patuhilah perintah Allah dan jauhilah larangan-Nya. Jelaskan kepada mereka bahwa Allah adalah Pemilik hari Pembalasan. Dialah yang berkuasa sepenuhnya menentukan syarat dan ketentuan untuk meraih kebahagiaan di surga dan keselamatan dari api neraka. Maka dari itu, tidak ada jalan lain untuk meraih itu semua kecuali mengikuti syarat-syarat dan aturan-aturan yang ditentukan oleh-Nya.

E. Tafsir Tarbawi Al-Fatihah Ayat 5

إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.


[QS. Al-Fātiḥah ayat 5]

1. Pendidikan dan Pelajaran Tauhid

Jika seorang hamba telah mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, ia akan menyadari bahwa dirinya hanyalah hamba-Nya yang lemah yang membutuhkan-Nya. Kesadaran ini akan menuntutnya pada dua pengakuan yang sangat fundamental, yaitu :

  1. Tidak ada yang berhak disembah selain Allah (tauhid ibadah)
  2. Tidak ada daya dan upaya kecuali atas pertolongan dari Allah (isti’ānah)

Maka dari itu, pada ayat ini, Allah mengajarkan hamba-Nya untuk mengikrarkan tauhid ibadah dan isti’ānah. Konsekuensi dari ikrar ini adalah menyembah hanya kepada Allah dengan mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta memohon pertolongan hanya kepada-Nya agar mampu mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Pesan untuk Para Guru :

Puncak dari seluruh pelajaran tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah (sebagaimana disebutkan pada ayat 1-4) adalah tauhid. Artinya, tujuan seluruh tarbiyah Allah kepada hamba-Nya adalah tauhid. Maka dari itu, menjadikan tauhid sebagai tujuan pendidikan adalah prioritas utama kita sebagai guru. Tujuan ini juga sejalan dengan tujuan Rasulullah dalam mendidik umatnya. Beliau sendiri memiliki perhatian yang besar terhadap penanaman tauhid, bahkan sejak usia dini.

F. Tafsir Tarbawi Al-Fatihah Ayat 6-7

ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧

Bimbinglah kami ke jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.


[QS. Al-Fātiḥah ayat 6-7]

1. Mengajarkan Berdoa Memohon Bimbingan dan Petunjuk Allah

Setelah mengenal dan mentauhidkan Allah dengan sepenuh hati, seorang hamba akan merasakan kecintaan dan penghambaan yang amat mendalam kepada-Nya. Dengan begitu, lahirlah harapan akan rida dan surga-Nya, serta rasa takut akan murka dan azab-Nya.

Oleh karena itu, Allah mengajarkan kepada hamba-Nya untuk berdoa memohon petunjuk menuju jalan lurus yang mengantarkan pada rida dan surga-Nya, serta jalan yang menyelamatkannya dari murka dan azab-Nya. Kemudian, Allah menjelaskan bahwa jalan yang lurus itu ialah jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberi nikmat hidayah, bukan jalan orang-orang yang dimurkai oleh Allah, dan orang-orang yang tersesat.

Bimbingan ke jalan yang lurus adalah petunjuk menuju jalan yang terang benderang menuju Allah dan surga-Nya, yakni dengan mengetahui kebenaran dan mengikutinya. Syekh Abdurraḥmān As-Sa’di mengatakan :

دلنا وأرشدنا، ووفقنا للصراط المستقيم، وهو الطريق الواضح الموصل إلى الله، وإلى جنته، وهو معرفة الحق والعمل به

Tunjukkanlah kami, arahkanlah kami, dan tuntunlah kami ke jalan yang lurus, yakni jalan yang terang menuju Allah dan surga-Nya, yakni mengetahui kebenaran dan mengamalkannya. [Tafsir As-Sa’di hlm. 39]

Artinya, seorang hamba yang mendapat petunjuk dari Allah ke jalan yang lurus adalah mereka yang mengetahui kebenaran dan menempuhnya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mendapat petunjuk dari Allah adalah :

  • Orang yang mengetahui kebenaran namun enggan menempuhnya sehingga ia dimurkai
  • Orang yang sama sekali tidak mengetahui kebenaran sehingga tersesat dari jalan yang lurus.

Pesan untuk Para Guru :

Sebagai guru, kita harus menyadari bahwa bimbingan dan petunjuk menuju kebenaran yang hakiki berasal dari Allah. Kecerdasan intelektual saja tidak cukup untuk mengantarkan murid-murid kita pada kebenaran tersebut. Oleh karena itu, tugas kita adalah membimbing mereka untuk selalu memohon petunjuk dan bimbingan-Nya dengan hati yang ikhlas dan kerendahan diri. Dengan izin-Nya, semoga Allah menuntun mereka menuju jalan yang lurus, yakni mengetahui kebenaran dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan.

2. Kebenaran Itu dari Allah

Ketika seorang hamba memohon bimbingan menuju jalan yang lurus, ia sejatinya tengah mengakui bahwa hanya Allah subḥānahū wa ta‘ālā, dengan segala kemahatahuan-Nya, yang sanggup membimbingnya kepada kebenaran sejati. Pada dasarnya, seluruh makhluk itu lemah dan terbatas pengetahuannya. Maka dari itu, seorang hamba yang menyadari kelemahan dan keterbatasannya pasti akan bersimpuh, memohon bimbingan, dan mencari kebenaran mutlak dari sumbernya, yaitu Allah.

ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ ١٤٧

Kebenaran itu dari Tuhanmu. Maka, janganlah sekali-kali engkau (Nabi Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu.


[QS. Al-Baqarah ayat 147]

Pesan untuk Para Guru :

Kita harus menanamkan pada murid-murid bahwa kita semua adalah hamba Allah yang lemah dan terbatas pengetahuannya. Ajarkan mereka bahwa hanya Allah yang Maha Mengetahui, dan kebenaran mutlak datangnya dari Allah. Harapannya, mereka akan selalu memohon petunjuk dan mencari kebenaran dari sumber kebenaran hakiki, yaitu Allah subḥānahū wa ta‘ālā.

3. Menempuh Jalannya Orang-orang Yang Diberi Nikmat Hidayah

Setelah Allah mengajarkan hamba-Nya untuk memohon bimbingan ke jalan yang lurus, Ia menuntun hamba-Nya agar menempuh jalan orang-orang yang diberi nikmat hidayah-Nya (صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ). Menurut Doktor Muḥammad Hilāl, maksud ayat ini adalah :

صراط الذين عرفوا الحق وعملوا به من النّبيين والصّديقين والشّهداء والصّالحين الذّين أنعمت عليهم بالهداية والإيمان والاستقامة على الصّراط المستقيم حتّى وصلوا إلى الغاية والنّهاية، وهي رضوان الله عليهم

Jalannya orang-orang yang mengetahui kebenaran dan mengamalkannya, di antaranya adalah para Nabi, orang-orang yang jujur keimanannya, para syuhada, dan orang-orang saleh, yang telah Kami berikan nikmat kepada mereka berupa petunjuk (hidayah), iman, dan istikamah di atas jalan yang lurus, sampai mereka mencapai tujuan yang hakiki, yaitu rida Allah atas mereka. [Tafsīr Aṡ-Ṡari Al-Jāmi’ : 1/7]

Ayat ini mengisyaratkan bahwa jika seorang hamba hendak menempuh jalan menuju rida dan surga Allah maka hendaknya meneladani para Nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka. Merekalah orang-orang yang dibimbing dan diberi petunjuk oleh Allah sehingga bisa menempuh jalan yang lurus. Oleh karena itu, seorang hamba perlu mempelajari kisah-kisah mereka dan mengambil pelajaran darinya, agar dapat mengetahui dan meneladani metode mereka dalam meraih rida Allah.

Pesan untuk Para Guru :

Menceritakan kisah teladan para Nabi dan Rasul adalah salah satu metode pendidikan yang sangat efektif. Melalui kisah-kisah tersebut, kita dapat mengajarkan teladan terbaik sepanjang sejarah. Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, sang guru terbaik, juga sangat sering mengajarkan para sahabatnya melalui kisah-kisah para orang saleh terdahulu. Syekh ‘Abdul-Fattāḥ Abu Guddah mengatakan :

وكثيراً ما كان صلَّى الله عليه وسلَّم يُعلِّمُ أصحابه بطريق القَصَصِ والوقائع التي يُحدِّثهم بها عن الأقوام الماضين

Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam sering mengajarkan para sahabatnya melalui kisah-kisah dan kejadian-kejadian yang beliau ceritakan kepada mereka tentang kaum-kaum terdahulu. [Ar-Rasūl Al-Mu’allim hlm. 194]

4. Menghindari Jalannya Orang-orang yang Dimurkai dan Tersesat

Selain menuntun hamba-Nya untuk mengikuti jalan orang-orang yang diberi nikmat hidayah, Allah subḥānahū wa ta‘ālā menuntun hamba-Nya untuk menghindari jalan mereka yang dimurkai dan mereka yang tersesat (غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧). Menurut Syekh Abdurraḥmān As-Sa’di, maksud dari ayat ini adalah :

{الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ} الذين عرفوا الحق وتركوه كاليهود ونحوهم

mereka yang dimurkai adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran tetapi meninggalkannya, seperti orang Yahudi dan semisalnya. [Tafsīr As-Sa’di hlm. 39]

{الضَّالِّينَ} الذين تركوا الحق على جهل وضلال، كالنصارى ونحوهم

orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan, seperti orang-orang Nasrani dan semisalnya. [Tafsīr As-Sa’di hlm. 39]

Dalam ayat ini, Allah mengajarkan hamba-Nya untuk menjauhi jalannya orang-orang yang dimurkai dan tersesat. Oleh karena itu, seorang hamba hendaknya mempelajari kisah orang-orang terdahulu yang dimurkai oleh Allah dan orang-orang terdahulu yang tersesat dari jalan-Nya. Tujuannya adalah agar mengetahui dan menghindari jalan dan metode yang salah dalam meraih rida Allah.

Pesan untuk Para Guru :

Selain menceritakan kisah teladan yang baik, kita juga perlu menceritakan kisah-kisah kaum yang tidak patut diteladani, seperti kaum ‘Ād, kaum Ṡamud, Fir’aun, Qārun, Hāmān, dan lain-lain. Tujuannya adalah agar murid-murid kita mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut serta menghindari jalan yang mereka tempuh.

5. Mengajarkan Kerendahan Hati dan Rasa Ingin Tahu

Melalui ayat ini, Allah juga mengajarkan kita untuk berlindung dari kesombongan dan kebodohan. Kesombongan artinya menolak kebenaran, yang menyebabkan murka Allah. Sedangkan kebodohan adalah ketidaktahun akan kebenaran, yang menyebabkan kesesatan. Oleh karena itu, seorang hamba harus membuka hati dan pikirannya untuk menerima kebenaran dan terus mempelajari ilmu agar mengetahui kebenaran.

Pesan untuk Para Guru :

Penyebab orang tidak bisa menerima kebenaran adalah kesombongan, dan penyebab orang tidak mengetahui kebenaran adalah kebodohan. Oleh karena itu, sebagai seorang guru, kita harus mendidik murid-murid kita agar memiliki sifat rendah hati dan sifat rasa ingin tahu yang tinggi terhadap ilmu.

6. Adab Berdoa Kepada Allah

Ayat pertama, mengajarkan kita untuk mengawali setiap kebaikan dengan basmalah. Selanjutnya, dari ayat kedua hingga keempat, Allah membimbing kita cara memuji, menyanjung, dan memuliakan-Nya. Pada ayat kelima, kita diajarkan untuk mengakui penghambaan hanya kepada Allah semata. Akhirnya, pada ayat keenam dan terakhir, Allah mengajarkan kita berdoa memohon petunjuk yang lurus demi meraih rida dan surga-Nya.

Dari urutan ini, Allah mengajarkan kepada hamba-Nya adab dalam berdoa : mulai dari pujian dan sanjungan kepada-Nya, pengakuan penghambaan kepada-Nya, lalu diakhiri dengan permohonan kepada Allah dengan penuh harapan, rasa takut, dan keikhlasan. Selain itu, Allah juga mengajarkan kepada kita doa yang singkat namun maknanya luas.

Pesan untuk Para Pendidik :

Ketika kita mengajarkan doa kepada murid-murid kita, ajarkanlah mereka bagaimana adab dan sikap dalam berdoa. Berikan pemahaman kepada mereka bahwa Allah itu suka dipuji. Maka dari itu, ajarkanlah mereka untuk memuji Allah terlebih dahulu sebelum berdoa. Setelah itu, ajarkanlah selawat untuk Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, barulah mereka boleh meminta apa pun yang mereka inginkan dari Allah subḥānahū wa ta‘ālā.

Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah mengajarkan adab berdoa kepada salah seorang sahabatnya. Disebutkan dalam sebuah hadis dari Faḍalah bin ‘Ubaid raḍiyallāhu ‘anhu ia mengatakan :

بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَاعِدٌ إِذْ دَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَقَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: عَجِلْتَ أَيُّهَا المُصَلِّي، إِذَا صَلَّيْتَ فَقَعَدْتَ فَاحْمَدِ اللَّهَ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، وَصَلِّ عَلَيَّ ثُمَّ ادْعُهُ. قَالَ: ثُمَّ صَلَّى رَجُلٌ آخَرُ بَعْدَ ذَلِكَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: أَيُّهَا المُصَلِّي ادْعُ تُجَبْ

Ketika Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam sedang duduk-duduk, masuklah seorang laki-laki. Orang itu kemudian melaksanakan salat dan berdoa : “Ya Allah, ampunilah (dosaku) dan rahmatilah aku.” Lalu, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pun bersabda : “Engkau telah tergesa-gesa, wahai orang yang sedang berdoa. Apabila engkau telah selesai melaksanakan salat lalu engkau duduk berdoa, maka pujilah Allah dengan puji-pujian yang layak bagi-Nya dan berselawatlah kepadaku (terlebih dahulu), kemudian berdoalah.” Kemudian datang orang lain, setelah melakukan salat dia berdoa dengan terlebih dahulu mengucapkan puji-pujian dan berselawat kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Wahai orang yang tengah berdoa, berdoalah kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkan doamu.”


[HR. Tirmiżi no. 3476]

Referensi Bacaan

  • Tafsīr Ibnu Kaṡīr oleh Imam Ibnu Kaṡīr
  • Tafsīr As-Sa’di oleh Syekh Abdurraḥmān As-Sa’di
  • Tafsīrul-Quran Aṡ-Ṡari Al-Jāmi’ oleh Doktor Muḥammad Hilāl
  • Aisarut-Tafāsīr oleh Syekh Abū Bakar Al-Jazāiri
  • Ar-Rasūl Al-Mu’allim oleh Syekh ‘Abdul-Fattāḥ Abu Guddah
  • Ḥiṣnul-Muslim oleh Syekh Sa’ īd bin Wahf Al-Qaḥṭāni
  • At-Tafsīr At-Tarbawi oleh Anwar Al-Bāz
  • Al-Quran Kemenag