
Surat Al-Baqarah ayat 1-5 adalah ayat yang membahas tentang bantahan bagi orang-orang yang meragukan Al-Quran serta ciri-ciri orang yang bertakwa. Di dalamnya mengandung banyak sekali hikmah-hikmah pendidikan yang wajib diketahui oleh seorang guru. Berikut ini beberapa pesan pendidikan yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 1-5
A. Tafsir Tarbawi Al-Baqarah Ayat 1
الٓمٓ ١
Alif Lām Mīm.
[QS. Al-Baqarah ayat 1]
1. Memberikan Tantangan Yang Mustahil Diselesaikan
Surat Al-Baqarah adalah salah satu surat dalam Al-Quran yang diawali dengan Al-Ḥurūf Al-Muqaṭṭa’ah (huruf-huruf yang terputus-putus). Terdapat dua puluh sembilan surat yang diawali dengan Al-Ḥurūf Al-Muqaṭṭa’ah. Ada yang diawali dengan satu huruf seperti pada surat Al-Qalam, ada juga yang dua huruf seperti pada surat Ṭāhā, ada juga yang tiga huruf seperti surat Al-Baqarah, ada juga yang empat huruf seperti pada surat Al-A’rāf, bahkan ada yang lima huruf seperti pada surat Maryam. Adapun makna dari ayat-ayat yang diawali huruf-huruf tersebut tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.
Di antara hikmah diturunkannya ayat ini adalah untuk menantang orang-orang Arab yang meragukan Al-Quran. Melalui ayat ini, seolah-olah Allah berkata kepada mereka : “Bukankah Al-Quran itu adalah kalam berbahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf hijaiah (seperti: alif, lām, dan mīm) yang biasa kalian ucapkan? Jika memang kalian benar, coba susunlah huruf-huruf hijaiah tersebut hingga menjadi satu surat yang setara dengan Al-Quran! Jika kalian tidak sanggup maka akuilah bahwa Al-Quran ini adalah kalam Allah, lalu berimanlah dengannya!”
Pesan untuk Para Guru :
Dari ayat ini, kita bisa mengambil pelajaran penting dalam pendidikan. Adakalanya kita perlu memberikan tantangan yang mustahil diselesikan untuk mengajarkan batasan dan kerendahan diri kepada murid-murid kita. Namun, pendekatan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan tujuan yang jelas. Jika tidak, maka akan menimbulkan frustrasi, demotivasi, atau bahkan perasaan tidak berdaya kepada murid, alih-alih meredakan kesombongan.
Penerapan tantangan ini juga relevan ketika ada murid yang meragukan kebenaran Al-Quran sebagai kalam Allah. Strateginya, mintalah mereka membuat satu surat yang setara dengan Al-Quran. Bila perlu, biarkan mereka bekerja sama satu sama lain dan berikan batasan waktu. Ketika mereka tidak sanggup melakukannya (dan mereka pasti tidak akan pernah sanggup), jelaskanlah dengan bijak bahwa kalam manusia tidak akan pernah bisa menandingi kalam Allah yang Maha Sempurna.
2. Strategi Pembuka: Mencuri Perhatian dengan Hal Tak Biasa
Sebagian ulama berpendapat bahwa hikmah diturunkannya ayat ini adalah untuk mencuri perhatian orang-orang yang enggan mendengarkan Al-Quran. Cara ini memanfaatkan sifat dasar manusia yaitu kecenderungan memperhatikan sesuatu yang asing dan tidak biasa. Oleh karena itu, Allah memulai surat ini dengan sesuatu yang asing dan tidak biasa, agar mereka tertarik mendengar dan menyimaknya.
Syekh Abū Bakar Al-Jazāiri mengatakan :
أنه لما كان المشركون يمنعون سماع القرآن مخافة أن يؤثر في نفوس السامعين كان النطق بهذه الحروف حم. طس. ق. كهيعص. وهو منطق غريب عنهم يستميلهم إلى سماع القرآن، فيسمعون فيتأثرون وينجذبون فيؤمنون ويسمعون وكفى بهذه الفائدة من فائدة
Bahwasanya kaum musyrik saat itu tidak mau mendengarkan Al-Quran karena khawatir dapat memengaruhi jiwa para pendengarnya. Pengucapan huruf-huruf ini (Hā Mīm, Ṭā Sīn, Qāf, Kāf Hā Yā ‘Aīn Ṣād) adalah ucapan yang asing bagi mereka dan dapat membuat mereka tertarik mendengarkan Al-Quran sehingga mereka mau mendengar, terpengaruh dengan Al-Quran dan bersegera menuju keimanan. Cukuplah ini sebagai faedahnya. [Aisar At-Tafāsīr : 1/19]
Pesan untuk Para Guru :
Melakukan hal yang tidak lazim atau tak terduga adalah salah satu strategi yang sangat ampuh untuk mencuri perhatian murid di awal pembelajaran. Sesekali, kita perlu melakukan hal yang tidak lazim untuk mencuri perhatian murid-murid kita. Namun, kita harus tetap memperhatikan aturan syariat dan norma yang berlaku. Selain itu, pastikan metode ini selaras dengan tujuan pembelajaran agar prosesnya berjalan efektif dan efisien. Tentu saja, pendekatan ini membutuhkan kreativitas dan keahlian dalam penerapannya.
B. Tafsir Tarbawi Al-Baqarah Ayat 2
ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ٢
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; (ia merupakan) petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa,
[QS. Al-Baqarah ayat 2]
1. Memuliakan Al-Quran
Pada ayat ini, Allah mengajarkan hamba-Nya cara memuliakan Al-Quran. Jika kita perhatikan, Allah menggunakan redaksi “ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ” (Kitab Al-Quran itu) untuk membahasakan ungkapan “هذا الكتاب” (Kitab Al-Quran ini). Padahal, kata “ذَٰلِكَ” umumnya digunakan untuk menunjuk benda yang jauh (itu). Namun, Allah menggunakan redaksi tersebut untuk mengisyaratkan tentang ketinggian kedudukannya. Selain itu, lafal ٱلۡكِتَٰبُ menggunakan alif lām ta’rīf untuk menunjukkan kesempurnaannya dari segala sisi. Ini adalah bentuk pemuliaan dari Allah kepada kitab-Nya sendiri.
Pesan untuk Para Guru :
Dari pemuliaan yang Allah tunjukkan, kita belajar bahwa mengajarkankan Al-Quran bukan hanya tentang membaca huruf-hurufnya. Lebih dari itu, kita harus menanamkan sikap memuliakan Al-Quran. Cara Allah mengungkapkan Al-Quran dengan ungkapan pemuliaan menjadi teladan bagi kita semua. Oleh karena itu, kita perlu senantiasa menunjukkan sikap pemuliaan terhadap Al-Quran, mulai dari cara kita memperlakukannya, membahasakannya, dan lain sebagainya. Hal ini sangat penting untuk membentuk persepsi terhadap Al-Quran di mata murid-murid kita.
Guru itu digugu dan ditiru. Jika kita konsisten menunjukkan sikap pemuliaan dan penghormatan terhadap Al-Quran, murid-murid kita akan mengikutinya. Sebaliknya, jika kita abai atau bahkan menunjukkan sikap-sikap penghinaan dan perendahan, murid-murid kita pun akan demikian. Maka dari itu, muliakanlah Al-Quran dengan menunjukkan sikap pemuliaan terhadap Al-Quran sebagaimana Allah memuliakannya.
2. Menanamkan Keyakinan Mutlak pada Kebenaran Al-Quran
Pada ayat ini, Allah secara tegas menegasikan segala bentuk keraguan dalam Al-Quran. Kata “لَا” pada redaksi “لَا رَيۡبَ فِيهِ” disebut dengan huruf An-Nāfiyah lil-Jinsi, sebuah partikel yang menafikan segala jenis. Artinya, tidak ada satu pun ayat dalam Al-Quran yang diragukan kebenarannya dari Allah. Bahkan, kebenarannya abadi, tak tergoyahkan sejak diturunkannya hingga hari kiamat, karena Allah senantiasa menjaganya dari pemalsuan. Dari sini, Allah mengajarkan bahwa siapa pun yang mencari petunjuk yang tidak diragukan kebenarannya dari Allah, maka Al-Quran adalah jawabannya.
Pesan untuk Para Guru :
Sebagai seorang guru, ada satu prinsip yang harus kita ajarkan kepada murid-murid kita, yaitu : Barang siapa mencari petunjuk yang bebas dari keraguan dan berasal langsung dari Allah, hendaklah ia membaca dan mempelajari Al-Quran.
Menanamkan keyakinan ini kepada para murid merupakan hal yang sangat penting di era sekarang. Bagaimana tidak? Betapa banyak generasi muda yang mudah terombang-ambing dalam keraguan atau pemahaman yang keliru tentang Islam di tengah derasnya arus informasi. Ini seringkali disebabkan kurangnya keyakinan yang kuat terhadap Al-Quran sebagai sumber petunjuk dan kebenaran mutlak. Oleh karena itu, tujuan menanamkan keyakinan ini kepada mereka adalah agar ketika mereka membutuhkan petunjuk maka sumber informasi pertama yang mereka baca adalah Al-Quran.
3. Kunci Petunjuk Al-Quran: Membaca dan Mempelajari dengan Ketakwaan
Pada ayat ini, Allah menyebutkan bahwa Al-Quran adalah sumber petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa (هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ). Artinya, siapa pun yang menghendaki petunjuk dari Al-Quran maka harus membacanya dengan landasan ketakwaan. Barang siapa yang membaca Al-Quran dengan landasan ketakwaan maka Al-Quran akan menyingkap berbagai rahasia dan cahayanya, lalu ia akan menuangkannya ke dalam hati pembacanya.
Apa yang seorang hamba peroleh dari mempelajari Al-Quran adalah sesuai dengan niatnya. Jika niatnya adalah mencari petunjuk maka pasti akan mendapatkannya. Sebaliknya, jika niatnya untuk mencari-cari pembenaran atas kekeliruan atau kesesatan, maka bukan petunjuk yang ia peroleh, tetapi kesesatan. Sebagaimana firman Allah subḥānahū wa ta‘ālā :
فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٞ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِۦۖ
Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan pada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah (kekacauan dan keraguan) dan untuk mencari-cari takwilnya.
[QS. Āli ‘Imrān ayat 7]
Pesan untuk Para Guru :
Al-Quran memanglah petunjuk. Akan tetapi, petunjuk tersebut akan diperoleh oleh mereka yang membacanya dengan ketakwaan. Termasuk ketakwaan adalah membaca Al-Quran dengan niat mencari petunjuk dan kebenaran. Oleh karena itu, dalam setiap sesi pembelajaran Al-Quran, mari kita ingatkan murid-murid kita untuk meniatkan diri mencari petunjuk Allah melalui Al-Quran. Peringatkan juga akan bahayanya niat yang menyimpang. Niat yang menyimpang akan menumbuhkan penyakit hati yang mempersulit cahaya petunjuk Al-Quran untuk masuk ke dalamnya.
C. Tafsir Tarbawi Al-Baqarah Ayat 3-4
ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ ٣ وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ ٤
(yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman pada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad) dan (kitab-kitab suci) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan adanya akhirat.
[QS. Al-Baqarah ayat 3-4]
1. Mengajarkan Amal Ketakwaan dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah menegaskan bahwa Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, maka selanjutnya Allah menyebutkan tentang ciri-ciri mereka. Ada lima ciri yang Allah sebutkan dalam ayat ini, yaitu :
- Beriman pada yang gaib, mencakup beriman kepada Allah, para malaikat, hari akhir, surga dan neraka, dan lain sebagainya.
- Menegakkan salat, mencakup menjaga waktu-waktu salat, wudunya, rukun-rukun dan sunah-sunahnya, adabnya, kekhusyukan, dan konsisten dalam mengerjakan salat wajib lima waktu.
- Menginfakkan sebagian rezeki yang Allah anugerahkan, baik itu berupa zakat, sedekah, atau nafkah-nafkah wajib dalam syariat.
- Beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan semua kitab yang diturunkan para Nabi dan Rasul sebelumnya.
- Yakin akan adanya hari akhir termasuk kejadian-kejadian yang terjadi pada saat itu.
Dari kelima ciri ini, Allah mengajarkan kepada hamba-Nya bahwa ketakwaan itu adalah keimanan yang bersemayam di dalam hati, yang kemudian dibuktikan dengan amal ibadah (seperti salat) dan kebaikan kepada sesama manusia (seperti infak). Selain itu, keimanan juga harus sempurna dengan mengimani seluruh kitab-kitab Allah, tanpa memilah-milahnya. Semua itu dilakukan dengan harapan memperoleh kebahagiaan di akhirat tanpa meragukannya sedikit pun.
Pesan untuk Para Guru :
Inilah kurikulum yang seharusnya diajarkan oleh setiap guru yang beriman! Pendidikan seharusnya diawali dengan menanamkan keimanan ke dalam jiwa murid-murid kita sejak dini. Setelah iman tertanam kuat, ajarkan mereka untuk menegakkan salat di umur tujuh tahun. Perintahkan dan berikan teladan kepada mereka untuk melaksanakan salat secara konsisten tanpa tergesa-gesa menuai hasil. Kemudian, ajarkan mereka kebaikan sosial dengan menginfakkan sebagian rezeki yang Allah anugerahkan kepada mereka.
Jika jiwa spiritual dan sosial telah terbentuk, mulailah secara perlahan dan bertahap untuk mempelajari kandungan makna Al-Quran sesuai kadar akal mereka. Dengan mempelajarinya, kita berharap keimanan mereka terhadap Al-Quran semakin bertambah. Ajarkan pula rukun-rukun iman yang lainnya seperti mengimani kitab-kitab Allah dan para utusan-Nya. Ingatkan kepada mereka bahwa segala sesuatu yang mereka lakukan, baik berupa ritual ibadah maupun kebaikan sosial, adalah untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak.
2. Menyebutkan Ciri-ciri Khusus dari Sebuah Konsep
Menariknya, setelah menyebutkan “orang-orang yang bertakwa”, Allah tidak memberikan definisi abstrak tentang takwa. Sebaliknya, Allah justru merinci sifat-sifat dan ciri-ciri konkret mereka. Dari pendekatan ini, Allah mengajarkan kepada hamba-Nya bagaimana praktik nyata dari ketakwaan itu sendiri. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman terhadap makna dari takwa itu sendiri, sehingga setiap orang bisa langsung mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pesan untuk Para Guru :
Dalam mengajar, kita perlu menyebutkan ciri-ciri yang sudah dipahami oleh murid-murid kita untuk memperjelas konsep yang baru atau abstrak. Dalam teori belajar, tentu kita sudah tidak asing dengan teori belajar konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu terbentuk secara konstruktif melalui proses akomodasi dan asimilasi. Jika pengetahuan baru tidak diintegrasikan dengan pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya, maka mereka akan kesulitan dalam memahaminya. Oleh karena itu, penting bagi para guru untuk memberikan contoh-contoh relevan dan ciri-ciri yang sudah dipahami sebelumnya ketika mengenalkan materi atau ilmu pengetahuan yang baru.
D. Tafsir Tarbawi Al-Baqarah Ayat 5
أُوْلَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٥
Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
[QS. Al-Baqarah ayat 5]
1. Memotivasi dengan Menyebutkan Balasan atau Pahala
Setelah Allah merinci ciri-ciri orang bertakwa, Allah kemudian menyebutkan balasan agung bagi mereka. Pada ayat ini, Allah menyebutkan dua balasan utama bagi mereka :
- Mereka berada di atas petunjuk dari Tuhannya berupa cahaya kebenaran dan istikamah menempuh kebenaran tersebut dengan bimbingan dan juga taufik-Nya.
- Mereka adalah orang-orang yang beruntung sehingga mereka memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Allah yang mereka dambakan berupa kebahagiaan dan kenikmatan di surga serta keselamatan dari siksa api neraka.
Pesan untuk Para Guru :
Dalam proses pendidikan, motivasi hukumnya adalah wajib, apalagi tujuan pendidikannya adalah untuk mewujudkan generasi muslim yang bertakwa. Oleh karena itu, kita tidak boleh bosan memberikan motivasi kepada murid-murid kita dengan menyebutkan balasan-balasan pahala di akhirat kelak. Dengan motivasi, kita berharap agar proses pendidikan dapat berjalan lancar dan dapat segera mencapai tujuan yang diinginkan.
Referensi Bacaan
- Tafsīr Ibnu Kaṡīr oleh Imam Ibnu Kaṡir
- Tafsīr Al-Qurān Aṡ-Ṡari Al-Jāmi’ oleh Doktor Muḥammad Hilāl
- At-Tafsīr At-Tarbawi oleh Anwar Al-Bāz
- Aisarut-Tafāsīr oleh Syekh Abū Bakar Al-Jazāiri
- At-Tafsīr Al-Munīr oleh Syekh Wahbah Az-Zuḥaili
- Al-Quran Kemenag